PERPUSTAKAAN DAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam
kehidupan umat manusia. Dengan adanya pendidikan diharapkan mampu mewarnai
corak kehidupan masyarakat menjadi masyarakat yang berperadaban tinggi sehingga
nantinya Indonesia yang masih sangat rendah sumber daya manusianya serta
multikulturalisme budaya, agama,dan bahasanya ini mampu bangkit dari
keterpurukan dan bersatu untuk menjadi Indonesia yang maju.
Salah satu faktor yang sangat
berperan penting didalam mewujudkan harapan-harapan tersebut adalah adanya
perpustakaan. Keberadaan perpustakaan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat, khususnya mahasiswa. Keberadaan perguruan tinggi tanpa
adanya perpustakaan sangatlah mustahil akan membentuk manusia-manusia yang
berperadaban tinggi.
Perpustakaan
adalah paru-paru pendidikan atau pengetahuan, karena dengan adanya
perpustakanlah mahasiswa dapat mengembangkan keilmuan yang dimilikinya. Kalau
perpustakaan masih kurang lengkap, tentunya juga akan turut mengganjal
pertumbuhan keilmuan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat.Hanya masyarakat
yang tingkat bacanya tinggi yang dapat menjadikan kehidupan sejahtera dan semua
itu bisa didapatkan hanya di perpustakaan.
Maka
untuk menjadi negara yang maju baik teknologi dan masyarakatnya, sejak dini
ditanamkan kepada anak-anak kita budaya membaca, karena dengan membaca manusia
akan mengerti tentang kehidupan yang membentuk manusia-manusia yang
berperadaban tinggi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pada akhir-akhir ini bahkan sebelumnya yaitu sejak
kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, wacana multikulturalisme menjadi isu
penting dalam upaya pembangunan kebudayaan di Indonesia. Beberapa alasan yang
mendasari yaitu;
Pertama, bahwa secara alami atau kodrati, manusia diciptakan
Tuhan dalam keanekaragaman kebudayaan, dan oleh karena itu pembangunan manusia
harus memperhatikan keanekaragaman budaya tersebut. Dalam konteks
ke-Indonesia-an maka menjadi harapan bahwa pembangunan manusia Indonesia harus
didasarkan atas multikulturalisme mengingat kenyataan bahwa negeri ini berdiri
di atas keanekaragaman budaya.
Kedua, bahwa ditengarai terjadinya konflik sosial yang
bernuansa SARA (suku, agama, dan ras) yang melanda negeri pada akhir-akhir ini
berkaitan erat dengan masalah kebudayaan. Dari banyak studi menyebutkan salah
satu penyebab utama dari konflik ini adalah akibat lemahnya pemahaman dan
pemaknaan tentang konsep kearifan budaya. Menurut AlQadrie (2005), Profesor
Sosiologi pada Universitas Tanjungpura Pontianak, berbagai konflik sosial yang
telah menimbulkan keterpurukan di negeri ini disebabkan oleh kurangnya kemauan
untuk menerima dan menghargai perbedaan, ide dan pendapat orang lain, karya dan
jerih payah orang lain, melindungi yang lemah dan tak berdaya, menyayangi
sesama, kurangnya kesetiakawanan sosial, dan tumbuhnya sikap egois serta kurang
perasaan atau kepekaan sosial. Hal sama juga dikemukakan oleh Rahman (2005)
bahwa konflik-konflik kedaerahan sering terjadi seiring dengan ketiadaan
pemahaman akan keberagaman atau multikultur. Oleh karena untuk mencegah atau
meminimalkan konflik tersebut perlu dikembangkan pendidikan multikulturalisme.
Ketiga, bahwa pemahaman terhadap multikulturalisme merupakan
kebutuhan bagi manusia untuk menghadapi tantangan global di masa mendatang.
Pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan
bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar di era globalisasi dan
menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya. Bila kedua
tanggung jawab besar itu dapat dicapai, maka kemungkinan disintegrasi bangsa
dan munculnya konflik dapat dihindarkan. (Suara Pembaruan: 09/09/04).
Beberapa uraian di atas setidaknya menggambarkan betapa
pentingnya pendidikan multikulturalisme harus dilakukan, baik melalui
pendidikan formal maupun non formal. Dalam kerangka ini penulis ingin melihat
bagaimana pendidikan multikulturalisme dilakukan oleh perpustakaan. Dengan kata
lain, bagaimana perpustakaan berperan dalam mengembangkan pendidikan
multikulturalisme melalui berbagai kegiatan dan layanannya.
2.2
Definisi Perpustakaan, Pendidikan, dan Multikulturalisme
Ini adalah beberapa definisi dari kata yang penulis ambil
untuk judul karya tulis ilmiah, diharapkan nantinya untuk mempermudah pembaca
sebelum membaca karya tulis yang elah penulis buat.
2.2.1 Perpustakaan
Perpustakaan berasal dari kata
’’Pustaka” menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan WJ.Purwadarminta, kata
Pustaka artinya buku,sedangkan perpustakaan artinya kumpulan buku (bacaan dsb).
Perpustakaan dalam bahasa inggris
disebut ”Library” berasal dari bahasa romawiyaitu”Librarium” yang terdiri dari
kata Liber artinya buku sedangkan armarium.artinyaLemari.Jadi dilihat dari kata
asalnya, berarti lemari yang di dalamnya terdapatkumpulan buku- buku.
Dalam arti tradisional, perpustakaan
adalah sebuah koleksi buku dan majalah.Walaupun dapat diartikan sebagai
koleksi pribadi perseorangan, namunperpustakaan lebih umum dikenal sebagai
sebuah koleksi besar yang dibiayai dandioperasikan oleh sebuah kota atau
institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakatyang rata-rata tidak mampu membeli sekian
banyak buku atas biaya sendiri.
Tetapi, dengan koleksi dan penemuan
media baru selain buku untukmenyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga
merupakan tempatpeyimpanan dan/atau akses kemap,cetak atau hasil
seni lainnya,mikrofilm,
mikrofiche, tape
audio, CD, LP, tape videodan DVD, dan menyediakan fasilitas
umum untuk
mengakses gudang dataCD -RO M daninternet.
Oleh karena itu perpustakaan modern
telah didefinisikan kembali sebagaitempat untuk mengaksesinformasi dalam
format apa pun, apakah informasi itudisimpan dalam gedung perpustakaan tersebut
atau tidak. Dalam perpustakaanmodern ini selain kumpulan buku tercetak,
sebagian buku dan koleksinya adadalam perpustakaan digital (dalam
bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan
komputer).
2.2.2 Pendidikan
Secara etimologis, kata pendidikan
berasal dari Educare (Latin)
"memunculkan", yang berkaitan dengan educere "membawa", "melahirkan apa yang dalam",
"membawa potensi" dan ducere,
"untuk memimpin".
Pendidikan didefinisikan sebagai upaya yang
direncanakan untuk
mendirikan suatu lingkungan belajar dan proses pendidikan
sehingga siswa secara
aktif dapat
mengembangkan / potensi nya sendiri untuk
mendapatkan tingkat religius dan spiritual
, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, perilaku dan kreativitas untuk dirinya sendiri, lainnya
warga negara dan untuk bangsa.
Sedangkan pendidikan dalam arti
terbesar adalah setiap tindakan atau pengalaman yang memiliki efek formatif
pada karakter, pikiran atau kemampuan fisik dari individu. Dalam pengertian
teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat sengaja mentransmisikan
akumulasi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dari satu generasi ke
generasi.
2.2.3 Multikulturalisme
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi
Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu
kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia.
Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk
suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme
tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau
kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena
multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai
permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan
dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti
dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu
produktivitas.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat
untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami
multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan
konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya
multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus
dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang
multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung
dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan
multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum,
nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat,
sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan,
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti,
dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary
(1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme
ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena
multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat
bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam
masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik
tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang
membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan
seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam
bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari
beraneka ragam latar belakang kebudayan.
2.3
Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dapat penulis ambil sebagai
pembahasan dalam bab berikut adalah :
1.
Mengapa pendidikan multikulturalisme itu sangat
penting, khususnya masyarakat di Indonesia?
2.
Bagaimana peran perpustakaan dalam membantu pendidikan
multikulturalisme?
3.
Apa saja yang harus dilakukan perpustakaan untuk
menumbuhkan multikulturalisme pada masyarakat di Indonesia?
4.
Apakah hanya perpustakaan saja yang dapat menumbuhkan
multikutlturalisme di Indonesia?
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Multikulturalisme
malalui Pendidikan
Multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai
peran yang besar dalam pembangunan bangsa. Indoneia sebagai suatu negara yang
berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan maka sangatlah penting memahami multikulturalisme dalam setiap lankah yang
akan di ambil untuk pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka
prinsip “bhineka tunggal ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan
menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita
untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera
sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat
tercapai.
Mengingat pentingnya pemahaman multikulturalisme dalam
pembangunan bangsa, maka diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mewujudkannya.
Kita perlu menyebarluaskan pemahaman dan mendidik masyarakat akan pentingnya
multikulturalisme bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain kita memerlukan
pendidikan multikulturalisme yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai
keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar (2004)
pernah mengatakan pentingnya pendidikan multikulturalisme di Indonesia.
Menurutnya, pendidikan multikulturalisme perlu ditumbuh kembangkan, karena
potensi yang dimiliki Indonesia secara kultural, tradisi, dan lingkungan
geografi serta demografis sangat luar biasa. Menurut Rahman (2002), Dosen dari
Universitas Negeri Padang, seperti dikutip dalam Surat Kabar Kampus “Ganto”,
menyebutkan bahwa berdasarkan hasil diskusi pada Pelajaran kebangsaan (PK)
ke-5, merekomendasikan akan pentingnya pendidikan multikulturalisme di
sekolah-sekolah. Pendidikan multikultur dapat diterapkan seiring dengan
kurikulum sekarang yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK), seperti pengenalan
akan budaya-budaya setiap daerah yang ada di Indonesia di sekolah-sekolah.
Singkatnya, revitalisasi dan optimalisasi KBK dengan menerapkan pendidikan
multikulturalisme di dalamnya,” tambah pria yang juga pernah mewakili UNP pada
LKTM tingkat nasional tahun lalu.
Pentingnya pendidikan multikulturalisme sebagaimana
dijelaskan di atas, tentu bukan hanya merupakan tanggung jawab sekolah-sekolah
atau lembaga-lembaga pendidikan formal saja, akan tetapi tanggung jawab bersama
antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan institusi-institusi lainnya. Dalam
kerangka ini, menurut penulis, perpustakaan merupakan salah satu institusi
penting dalam penyelenggaraan pendidikan multikulturalisme. Hal ini didasarkan
atas berbagai fungsi yang dimiliki oleh perpustakaan, baik fungsi pendidikan,
sosial, informasi, maupun pelestarian kebudayaan.
3.2 Mengimplementasikan Peran Perpustakaan dalam Pendidikan
Multikulturalisme
Perpustakaan merupakan suatu lembaga yang secara
potensi dapat menumbuh kembangkan semangat pluralism dan multikulturalisme.
Koleksi perpustakaan merupakan gerbang multikultural yang secara jelas
menggambarkan beragam kebudayaan umat manusia. Melalui koleksi perpustakaan
para pemakai perpustakaan mulai mengenal keragaman kebudayaan manusia untuk
mencapai pemahaman dan pemaknaan terhadap perbedaan. Selanjutnya, melalui
gerbang ini, para pemakai (pemustaka) kemudian masuk dan berdialog dengan
beranekaragam kebudayaan, baik melalui pemanfaatan koleksi maupun melalui
serangkaian Layanan dan kegiatan perpustakaan sehingga diharapkan akan tumbuh
semangat dan sikap untuk menghargai keragaman dan perbedaan kebudayaan yang
ada. Diharapkan hal ini dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu fungsi utama suatu perpustakaan adalah fungsi
edukasi atau fungsi pendidikan. Perpustakaan merupakan salah satu bentuk pusat
atau lembaga pendidikan. Perpustakaan sebagai pusat pendidikan akan tergambar
dari pemanfaatan perpustakaan sebagai salah satu alternatif bagi masyarakat
dalam proses pembelajaran. Perpustakaan merupakan lembaga pendidikan non formal
di mana seseorang, baik individu maupun kelompok dapat menggunakan perpustakaan
sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam
kehidupan. Dengan demikian, sebagai suatu pusat atau lembaga pendidikan maka
perpustakaan diharapkan dapat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan nasional Tahun
2003.
Perpustakaan seperti ditulis oleh Greenhalgh dan Worpole
(1995) merupakan suatu gerbang bagi kebudayaan secara luas (a entry point to
the wider culture) dan sebagai gerbang kebudayaan maka perpustakaan haruslah
merupakan tempat yang ‘bebas noda’ atau netral dari keberpihakan (libraries is
non-stigmatizing places). Perpustakaan hendaknya menjadi tempat penyimpanan
beragam manusia dimana seseorang dapat mengenal dan memahami beragam kebudayaan
yang dimiliki oleh manusia.
Pernyataan Greenhalgh dan Worpole tersebut sejalan dengan
fungsi perpustakaan itu sendiri. Suatu perpustakaan apapun jenisnya berfungsi
sebagai sarana pelestari berbagai khazanah kebudayaan manusia. Hasil-hasil
karya manusia dalam berbagai jenis yang merupakan hasil budi daya manusia akan
disimpan dan dilestarikan sebagai suatu khazanah (Sulistyo-Basuki, 1993).
Sebagai tempat penyimpanan dan pelestari khazanah kebudayaan manusia,
perpustakaan mempunyai tugas utama dalam hal penyediaan berbagai jenis subjek
dan bentuknya, baik tercetak, non cetak maupun elektronik. Dengan pemahaman ini
maka suatu perpustakaan akan mengumpulkan berbagai jenis hasil karya
intelektual manusia sebagai suatu kebudayaan yang direkam dalam media rekam
informasi. Berbagai buku, jurnal, pamlet, makalah, laporan penelitian, kaset,
kaset video, disket, disk,. sampai alat penyimpan informasi elektronis lainnya
merupakan sumber-sumber informasi atau koleksi perpustakaan. Sumber-sumber
informasi ini berisi beragam jenis subjek yang merefleksikan aspek-aspek
kebudayaan manusia.
Pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas
memerlukan pengenalan terhadap beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat
manusia khusunya Indonesia dari beragam suku bangsa, ras atau etnis, dan agama.
Keragaman koleksi yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya
merefleksikan keterbukaan perpustakaan terhadap isu-isu pluralisme dan multikulturalisme.
Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan terhadap berbagai sumber-sumber
informasi dari beragam kebudayaan maka berarti perpustakaan tersebut telah
menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan multikulturalisme. Demikian pula
sebaliknya, jika koleksi perpustakaan hanya terdiri dari satu jenis subjek atau
mempunyai subjek yang terbatas, berarti perpustakaan tersebut kurang
menyebarluaskan pendidikan multikulturalisme. Dalam kerangka pendidikan
multikulturalisme ini pada dasarnya koleksi perpustakaan yang multikultural
merupakan bagian dari materi pendidikan yang disediakan bagi para pemakai
perpustakaan. Melalui pemanfaatan koleksi perpustakaan yang multikultural
tersebut diharapkan pemakai perpustakaan mengenal dan memahami beragam kebudayaan
yang dimiliki oleh umat manusia yang pada gilirannya akan tumbuh saling
pengertian dan menghargai perbedaan kebudayaan di antara sesama.
Dalam hal ini satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa
perpustakaan tidak boleh dijadikan sarana propaganda bagi satu kebudayaan atau
faham tertentu sebab hal ini akan bertentangan dengan konsep multikulturalisme.
Dalam kerangka ini maka perpustakaan harus menjadi lembaga yang inklusif, dan
bukan eklusif terhadap beragam kebudayaan umat manusia.
3.2.1 Peran perpustakaan dalam membangun inklusif
Perlunya ditanamkan pemahaman yang inklusif dalam
memahami perbedaan di dalam perpustakaan. Dengan adanya perbedaan itu harus
dipahami sebagai sarana saling menghargai dan saling melengkapi (mutual
respect). Dalam praktik pendidikan, kurikulum hendaknya diarahkan untuk membina
pemahaman yang inklusif terhadap perbedaan. Sehingga dari pemahaman siswa pada
keragaman dalam lingkungan masyarakat dapat mendorong keselarasan dan tumbuh
relasi sosial yang dinamis sebagai peran perpustakaan dalam membangun inklusif
yang baik. Perpustakaan sebagai sarana pendidikan akan tergambar dari
pemanfataan perpustakaan sebagai salah satu alternatif bagi masyarakat dalam
proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, sebuah perpustakaan diharapkan dapat
berperan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, yaitu mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa membeda-bedakan SARA.
3.2.2 Menumbuh multikulturalisme
dengan pendidikan multikulturalisme melalui perpustakaan
Beberapa hal penting yang dapat kita lakukan
guna menumbuh multikulturalisme dengan pendidikan multikulturalisme melalui
perpustakaan yaitu :
1. Melalui dialog kebudayaan
Pendidikan multikulturalisme diharapkan adanya dialog
kebudayaan sehingga di antara keragaman kebudayaan yang ada tidak akan terjadi
benturan, apalagi menjadi sumber konflik. Tibi (1996) menyatakan bahwa dialog
kebudayaan merupakan cara terbaik dalam membuat saling pengertian guna
menegakkan perdamaian di dunia. Kemudian, bagaimana dialog kebudayaan tersebut
terjadi di perpustakaan?
Menurut Gates (1994), sejarah perpustakan di dunia sejak
awal hingga kini telah meniscayakan bahwa perpustakaan berkaitan erat dengan
cara penyimpanan atau pelestarian (preserving) dan pengalihan (transmiting)
informasi dan pengetahuan dalam berbagai bahan dan bentuk fisiknya yang
digunakan untuk berbagai tujuan. Juga, berkaitan dengan cara penyimpanan dan
pengelolaan agar dapat secara mudah diakses atau digunakan oleh para
penggunanya. Dengan pemahaman ini, berarti bahwa perpustakaan sebagai suatu
institusi tidak hanya mempunyai tanggung jawab dalam hal penyediaan
sumber-sumber informasi saja, akan tetapi juga bertanggung jawab terhadap
penyebarluasan sumber-sumber informasi tersebut kepada masyarakat tetap. Dalam
hal ini, diharapkan suatu perpustakaan dapat menyediakan berbagai layanan dan
kegiatan yang dapat membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat terhadap kekayaan
informasi; tidak hanya terbatas yang dimiliki oleh perpustakaan, akan tetapi
juga yang terdapat di luar perpustakaan. Peran sebagai penyediaan akses ini
pada dasarnya merupakan refleksi dari tanggung jawab perpustakaan dalam hal
penyebarluasan informasi, dan sebagai bentuk kepedulian terhadap kehidupan
masyarakat. Tanggung jawab perpustakaaan dalam hal penyebaran informasi tentu
tidak terbatas pada pemberian layanan yang bersifat rutinitas dan cenderung
bersifat pasif atau menunggu pemakai mendatangi perpustakaan, akan tetapi
hendaknya dipahami sebagai suatu tanggung jawab sosial suatu perpustakaan.
Dalam
konteks pendidikan multikulturalisme maka berbagai layanan dan kegiatan yang
diselenggarakan oleh perpustakaan sebagaimana dinyatakan oleh Greenhalgh dan
Worpole (1995) akan menyediakan suatu dialog atau titik hubungan antara
individu dengan masyarakat dengan berbagai karakteristik budaya. Hubungan atau
dialog ini terjadi melalui suatu media seperti buku, majalah, film, dan
sumber-sumber informasi lainnya yang tersedia di perpustakaan. Melalui
penyediaan dan pemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia di
perpustakaan, para pemakai perpustakaan yang mempunyai latar belakang
kebudayaan berbeda dapat mengenali sekaligus memahami berbagai kebudayaan yang
dimiliki oleh suatu masyarakat lainnya.
Di
samping itu, selain melalui pemanfaatan sumber-sumber informasi, dialog
kebudayaan ini dapat terjadi secara langsung di antara pemakai perpustakaan,
antara satu pemakai dengan pemakai lainnya, dan antara pemakai dengan
pustakawan yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Semakin intens atau sering
pemakai memanfatkan layanan perpustakaan maka semakin sering suatu dialog
terjadi. Keanekaragaman atau variasi layanan dan kegiatan yang disediakan atau
diselenggarakan oleh perpustakaan akan berpengaruh terhadap tingkat kualitas
dari suatu dialog kebudayaan.
Dengan
semakin sering terjadi dialog, baik antara pemakai dengan sumber-sumber
informasi yang tersedia di perpustakaan, antara pemakai dengan pemakai lainnya,
maupun antara pemakai dengan pustakawan, diharapkan dapat berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku seseorang dalam memakai dan mempersepsikan perbedaan dan
keragaman kebudayaan. Berbagai bentuk dialog tersebut diharapkan dapat
menanamkan sifat toleran, tidak memaksakan kehendak dan “kebenaran” pribadinya
kepada pihak lain.
2. Apresiasi
budaya
Selain sebagai gerbang keanekaragaman kebudayaan dan sebagai
tempat terjadinya dialog antarabudaya, perpustakaan juga merupakan tempat
apresiasi kebudayaan. Keragaman koleksi perpustakaan yang multikultural yang
tersusun dengan baik dan sistematis merupakan bentuk peragaan dan pameran
kebudayaan. Display koleksi umum maupun koleksi terbaru perpustakaan yang
terpanjang di ruang publik yang menawarkan refleksi keanekaragaman kebudayaan
baik masa lalu maupun masa kini merupakan bentuk apresiasi budaya.
Disamping
itu, berbagai kegiatan lain seperti pameran buku, bedah buku, lokakarya,
penayangan film dokumenter dan kebudayaan, dan berbagai kegiatan lainnya dapat
diselenggarakan oleh perpustakaan dalam rangka mengenalkan keragaman kebudayaan
umat manusia. Berbagai event nasional maupun internasional, baik yang bersifat
sosial, budaya dan keagamaan dapat menjadi moment terpenting dalam mengenalkan
keanekaragaman kebudayaan manusia. Misalnya, pada event Maulid Nabi dapat
dipamerkan buku-buku berkenaan dengan ketokohan dan kepribadian Nabi Muhammad
SAW, demikian pula pada event-event keagamaan lainnya. Pada peringatan Sumpah
Pemuda (28 Oktober), juga dapat digunakan sebagai sarana mengenalkan beragam
kebudayaan daerah di Indonesia.
Berbagai kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat
mengenalkan keragaman kebudayaan sekaligus untuk meningkatkan apresiasi
terhadap keanekaragaman kebudayaan yang ada sebagai bagian dari kegiatan
pendidikan multikulturalisme.
3.
Menghindari konflik kepentingan kelompok
Agar terhindar dari konflik,setiap kepentingan kelompok harus
diperlakukan secara seimbang dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin
pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi,
negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta
sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama dalam
kepentingan kelompok.
Yang harus kita pahami dalam menghindari konflik adalah :
a)
Memahami bahwa kondisi multikultural merupakan sesuatu
yang wajar, sehingga kita harus menghargainya.
b)
Meningkatkan pemahaman dan pemaknaan tentang konsep
kearifan budaya.
c)
Berusaha untuk menerima dan menghargai perbedaan, ide,
dan pendapat orang lain, maupun karya dan jerih payah orang lain.
d)
Meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial, baik perasaan
maupun kepekaan sosial.
4. Peran
guru atau dosen dan pustakawan dalam penyelenggaraan pendidikan multikultural
Untuk mendukung penyelenggarakan pendidikan
multikultural, peran sentral guru dan pustakawan di sekolah sangat dibutuhkan.
Guru menjadi kunci utama dalam proses mendidik, membimbing dan melatih para
siswa yang beragam tersebut, sedangkan pustakawan sebagai penyedia dalam
informasi melalui bahan pustaka . Peran sentral guru dalam sekolah yang
bersifat multicultural dapat dilihat dari beberapa kriteria, yaitu guru yang
mempunyai wawasan kebangsaan yang luas, memiliki jiwa terbuka dan tidak
diskriminatif, memiliki jiwa visioner, kreatif dan mampu melaksanakan
penelitian.
Karena itu, peran guru/dosen yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
a. Guru/
dosen yang memiliki wawasan kebangsaan yang luas serta punya keterampilan
mengajar yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
b.Guru/ dosen yang memiliki sikap
terbuka dan tidak diskriminatif terhadap salahsatu suku atau komunitas yang
ada. Hal ini penting karena untuk menjadi percontohan seorang guru harus netral
yang bias mengayomi di atas kemajemukan siswa tersebut.
c. Guru/
dosen yang memiliki jiwa inovasi (pembaharu). Jiwa inovasi ini sangat
diperlukan.
d.
Guru/ dosen mengerti akan perubahan-perubahan social
ekonomi serta politik yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seorang guru yang tidak pernah kehabisan ide/gagasan dan tidak pernah puas
tentang kondisi yang ada.
e. Guru/
dosen yang memiliki jiwa kreatif. Yaitu guru yang suka membuat terobosan baru
yang bermanfaat bagi pengembangan sekolah.
f. Guru/
dosen yang mampu melakukan penelitian. Untuk kepentingan guru, sekolah, dan
masyakat luas, penelitian seyogyanya menjadi ciri khas sekolah.
Sebuah tinjauan studi ini
lebih baru menunjukkan bahwa respon berdasarkan pertimbangan profesional
kebutuhan oleh pustakawan merupakan dorongan penting dalam pengembangan program
perpustakaan untuk siswa multicultural / beragam. Pernyataan tentang
pentingnya menggunakan perpustakaan untuk keberhasilan pendidikan multicultural
di sekolah dan universitas, jumlah siswa rendah akan pendidikan multikultural
menggunakan perpustakaan, dan tanggung jawab pustakawan untuk mengembangkan
pelayanan yang efektif dalam lingkungan multikultural muncul dalam sebagian
besar literatur ini. Perubahan institusional dalam bentuk universitas misi dan tujuan
menangani keragaman budaya atau retensi siswa multikultural diidentifikasi
sebagai faktor pendorong dalam empat kasus.
Mahasiswa permintaan untuk
perbaikan layanan dikutip dalam salah satu laporan program. Kebutuhan siswa yang
beragam/ multikultural untuk layanan perpustakaan telah dijelaskan dalam
literatur, terutama yang berkaitan untuk menghubungi siswa melalui layanan
perpustakaan umum dan peran pustakawan dalam memberikan instruksi perpustakaan. Pentingnya keterampilan
perpustakaan di keberhasilan siswa adalah dasar bagi perspektif
tersebut.Pandangan yang umum adalah bahwa setiap kelompok pendekatan pendidikan
berbeda dan memiliki kebutuhan yang berbeda. Memahami apa yang siswa
mencari dan butuhkan dari pendidikan menyediakan pustakawan dengan latar
belakang untuk menawarkan instruksi dan layanan dengan cara yang paling cocok
untuk setiap siswa.
Sebuah kesadaran akan
nilai-nilai budaya dan bahasa beragam populasi umum adalah alat penting bagi
semua pendidik , karena memungkinkan komunikasi yang lebih efektif sementara
mengakui banyak kesulitan siswa, menghindari potensi konflik, dan membangun
suasana yang memfasilitasi pembelajaran.
Pustakawan harus mengakui dan memahami bahwa
beberapa orang dari warna cenderung mendekati atau melihat perpustakaan dengan
banyak kecurigaan. Pandangan dunia mereka pada akhirnya terkait dengan pengalaman
mereka masa lalu dan masa kini dari rasisme dan penindasan.Pustakawan harus
aktif mengembangkan strategi dan memberikan layanan kepada pengguna budaya yang
beragam yang memperhitungkan pengalaman mereka sejarah, budaya, dan lingkungan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya perpustakaan merupakan suatu lembaga yang secara potensi dapat
menumbuh kembangkan semangat pluralisme dan multikulturalisme. Koleksi
perpustakaan merupakan gerbang multikultural yang secara jelas menggambarkan
beragam kebudayaan umat manusia. Melalui koleksi perpustakaan para pemakai
perpustakaan mulai mengenal keragaman kebudayaan manusia untuk mencapai pemahaman
dan pemaknaan terhadap perbedaan. Selanjutnya, melalui gerbang ini, para
pemakai kemudian masuk dan berdialog dengan beraneka ragam kebudayaan, baik
melalui pemanfaatan koleksi maupun melalui serangkaian Layanan dan kegiatan
perpustakaan sehingga diharapkan akan tumbuh semangat dan sikap untuk
menghargai keragaman dan perbedaan kebudayaan yang ada.
4.2 Saran
Sebagai pustakawan di perpustakaan diharapkan dalam melayani pemustaka yang
beragam budaya di masa sekarang ini, haruslah lebih bijaksana dan tidak membeda-bedakan,
pustakawan harus menjadi contoh dalam multikulturalisme di Indonesia untuk menghargai
semua perbedaan, karena pustakawan yang lebih dipentingkan adalah melayani dan
membantu pemustaka untuk mencari dan mendapatkan informasi yang sesuai dengan
ilmu pengetahuan apa yang di butuhkan pemustaka/ pengguna.
DAFTAR PUSTAKA
Alqadrie, Syarif Ibrahim. 2005.
Sosialisasi Pluralisme dan Multikulturalisme Melalui Pendidikan. http://www.damandiri.or.id/file/ernibab2…. Diakses tanggal 24 September 2006
Buttlar, Lois, Journal of
Academic Librarianship, 00991333, , Vol. 20, Issue 1
. Mar1994. “ Facilitating Cultural Dyversity In College
and University Library ” http://web.ebscohost.com/ehost/detail?sid=843ae0ee-f3d5-44ce-a8ce-967c887ddfab@sessionmgr110&vid=1&hid=104&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=lxh&AN=9407252226.
Diakses tanggal 27 juni 2011
Fajar, Malik. 2004. Mendiknas:
Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme. http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel….. Diakses tanggal 24 September 2006
Gates, Jean Key. 1994. Guide to the
Use of Libraries and Information Source. New York: McGraw-Hill.
Geger. Mengkomposisikan Integrasi
sebagai Fondasi Multikulturalisme. http://www.penulislepas.com/more.phd?id=… 0 1 0 M. Diakses tanggal 24
September 2006.
Greenhalgh, Liz & Ken Worpole.
1995, Libraries In A World Of Cultural Change. London: UCL. Press.
Habibillah, Nuron, dkk. 2009 “Kontribusi Pemikiran Prodi Komunikasi Penyiaran
Islam Terhadap Pengembangan
Perpustakaan STAIN Jember”
http://www.scribd.com/doc/22591699/Definisi-Perpustakaan. diakses tanggal 26 Juni 2011.
Harian Suara Pembaharuan. 9 September
2004. Tanggung Jawab Besar Pendidikan Multikultural. http://www.sampoernafoundation.org/conte…. Diakses tanggal, 24 September 2006
Huntington, Damuel. P. 2000.
Benturan antarperadaban dan masa depan politik dunia. Yogyakarta: Qalam.
Rahman. 2005. Pentingnya Pendidikan
Multikultur Atasi Konflik Etnis. http://www.ganto-online.com/index.php?op…content&tast=view&id=55&Itemid=73.
Diakses tanggal 24 September 2006.
Sulistyo-Basuki. 1993. Pengantar
Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju
Masyarakat Indonesia yang Multikultural. http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/ar…. Diakses tanggal 24 September 2006.
Tibi, Bassman. 1996. “Moralitas
Internasional Sebagai suatu Landasan Lintas-Budaya”. Dalam Agama dan Dialog
Antar Peradaban. Jakarta: Paramadina.
Undang-undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang.