Rabu, 28 Maret 2012

PERPUSTAKAAN DAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA


PERPUSTAKAAN DAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam kehidupan umat manusia. Dengan adanya pendidikan diharapkan mampu mewarnai corak kehidupan masyarakat menjadi masyarakat yang berperadaban tinggi sehingga nantinya Indonesia yang masih sangat rendah sumber daya manusianya serta multikulturalisme budaya, agama,dan bahasanya ini mampu bangkit dari keterpurukan dan bersatu untuk menjadi Indonesia yang maju.
Salah satu faktor yang sangat berperan penting didalam mewujudkan harapan-harapan tersebut adalah adanya perpustakaan. Keberadaan perpustakaan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, khususnya mahasiswa. Keberadaan perguruan tinggi tanpa adanya perpustakaan sangatlah mustahil akan membentuk manusia-manusia yang berperadaban tinggi.
Perpustakaan adalah paru-paru pendidikan atau pengetahuan, karena dengan adanya perpustakanlah mahasiswa dapat mengembangkan keilmuan yang dimilikinya. Kalau perpustakaan masih kurang lengkap, tentunya juga akan turut mengganjal pertumbuhan keilmuan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat.Hanya masyarakat yang tingkat bacanya tinggi yang dapat menjadikan kehidupan sejahtera dan semua itu bisa didapatkan hanya di perpustakaan.
Maka untuk menjadi negara yang maju baik teknologi dan masyarakatnya, sejak dini ditanamkan kepada anak-anak kita budaya membaca, karena dengan membaca manusia akan mengerti tentang kehidupan yang membentuk manusia-manusia yang berperadaban tinggi.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pada akhir-akhir ini bahkan sebelumnya yaitu sejak kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, wacana multikulturalisme menjadi isu penting dalam upaya pembangunan kebudayaan di Indonesia. Beberapa alasan yang mendasari yaitu;
Pertama, bahwa secara alami atau kodrati, manusia diciptakan Tuhan dalam keanekaragaman kebudayaan, dan oleh karena itu pembangunan manusia harus memperhatikan keanekaragaman budaya tersebut. Dalam konteks ke-Indonesia-an maka menjadi harapan bahwa pembangunan manusia Indonesia harus didasarkan atas multikulturalisme mengingat kenyataan bahwa negeri ini berdiri di atas keanekaragaman budaya.
Kedua, bahwa ditengarai terjadinya konflik sosial yang bernuansa SARA (suku, agama, dan ras) yang melanda negeri pada akhir-akhir ini berkaitan erat dengan masalah kebudayaan. Dari banyak studi menyebutkan salah satu penyebab utama dari konflik ini adalah akibat lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kearifan budaya. Menurut AlQadrie (2005), Profesor Sosiologi pada Universitas Tanjungpura Pontianak, berbagai konflik sosial yang telah menimbulkan keterpurukan di negeri ini disebabkan oleh kurangnya kemauan untuk menerima dan menghargai perbedaan, ide dan pendapat orang lain, karya dan jerih payah orang lain, melindungi yang lemah dan tak berdaya, menyayangi sesama, kurangnya kesetiakawanan sosial, dan tumbuhnya sikap egois serta kurang perasaan atau kepekaan sosial. Hal sama juga dikemukakan oleh Rahman (2005) bahwa konflik-konflik kedaerahan sering terjadi seiring dengan ketiadaan pemahaman akan keberagaman atau multikultur. Oleh karena untuk mencegah atau meminimalkan konflik tersebut perlu dikembangkan pendidikan multikulturalisme.
Ketiga, bahwa pemahaman terhadap multikulturalisme merupakan kebutuhan bagi manusia untuk menghadapi tantangan global di masa mendatang. Pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya. Bila kedua tanggung jawab besar itu dapat dicapai, maka kemungkinan disintegrasi bangsa dan munculnya konflik dapat dihindarkan. (Suara Pembaruan: 09/09/04).
Beberapa uraian di atas setidaknya menggambarkan betapa pentingnya pendidikan multikulturalisme harus dilakukan, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Dalam kerangka ini penulis ingin melihat bagaimana pendidikan multikulturalisme dilakukan oleh perpustakaan. Dengan kata lain, bagaimana perpustakaan berperan dalam mengembangkan pendidikan multikulturalisme melalui berbagai kegiatan dan layanannya.
2.2  Definisi Perpustakaan, Pendidikan, dan Multikulturalisme
Ini adalah beberapa definisi dari kata yang penulis ambil untuk judul karya tulis ilmiah, diharapkan nantinya untuk mempermudah pembaca sebelum membaca karya tulis yang elah penulis buat.
2.2.1 Perpustakaan
Perpustakaan berasal dari kata ’’Pustaka” menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan WJ.Purwadarminta, kata Pustaka artinya buku,sedangkan perpustakaan artinya kumpulan buku (bacaan dsb).
Perpustakaan dalam bahasa inggris disebut ”Library” berasal dari bahasa romawiyaitu”Librarium” yang terdiri dari kata Liber artinya buku sedangkan armarium.artinyaLemari.Jadi dilihat dari kata asalnya, berarti lemari yang di dalamnya terdapatkumpulan buku- buku.
Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah.Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namunperpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dandioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakatyang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untukmenyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempatpeyimpanan dan/atau akses kemap,cetak atau hasil seni lainnya,mikrofilm,
mikrofiche, tape audio, CD, LP, tape videodan DVD, dan menyediakan fasilitas
umum untuk mengakses gudang dataCD -RO M daninternet.
Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagaitempat untuk mengaksesinformasi dalam format apa pun, apakah informasi itudisimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaanmodern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya adadalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan
komputer).

2.2.2  Pendidikan
Secara etimologis, kata pendidikan berasal dari Educare (Latin) "memunculkan", yang berkaitan dengan educere "membawa", "melahirkan apa yang dalam", "membawa potensi" dan ducere, "untuk memimpin".
Pendidikan didefinisikan sebagai upaya yang direncanakan untuk mendirikan  suatu lingkungan belajar dan proses pendidikan sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan  / potensi nya sendiri untuk mendapatkan tingkat religius dan spiritual , kesadaran,  kepribadian, kecerdasan,  perilaku dan kreativitas untuk dirinya sendiri,  lainnya warga negara dan untuk bangsa.
Sedangkan pendidikan dalam arti terbesar adalah setiap tindakan atau pengalaman yang memiliki efek formatif pada karakter, pikiran atau kemampuan fisik dari individu. Dalam pengertian teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat sengaja mentransmisikan akumulasi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi. 
2.2.3  Multikulturalisme
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.



2.3  Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dapat penulis ambil sebagai pembahasan dalam bab berikut adalah :
1.      Mengapa pendidikan multikulturalisme itu sangat penting, khususnya masyarakat di Indonesia?
2.      Bagaimana peran perpustakaan dalam membantu pendidikan multikulturalisme?
3.      Apa saja yang harus dilakukan perpustakaan untuk menumbuhkan multikulturalisme pada masyarakat di Indonesia?
4.      Apakah hanya perpustakaan saja yang dapat menumbuhkan multikutlturalisme di Indonesia?

BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Multikulturalisme malalui Pendidikan
Multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai peran yang besar dalam pembangunan bangsa. Indoneia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan maka sangatlah penting memahami  multikulturalisme dalam setiap lankah yang akan di ambil untuk pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “bhineka tunggal ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat tercapai.
Mengingat pentingnya pemahaman multikulturalisme dalam pembangunan bangsa, maka diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mewujudkannya. Kita perlu menyebarluaskan pemahaman dan mendidik masyarakat akan pentingnya multikulturalisme bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain kita memerlukan pendidikan multikulturalisme yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar (2004) pernah mengatakan pentingnya pendidikan multikulturalisme di Indonesia. Menurutnya, pendidikan multikulturalisme perlu ditumbuh kembangkan, karena potensi yang dimiliki Indonesia secara kultural, tradisi, dan lingkungan geografi serta demografis sangat luar biasa. Menurut Rahman (2002), Dosen dari Universitas Negeri Padang, seperti dikutip dalam Surat Kabar Kampus “Ganto”, menyebutkan bahwa berdasarkan hasil diskusi pada Pelajaran kebangsaan (PK) ke-5, merekomendasikan akan pentingnya pendidikan multikulturalisme di sekolah-sekolah. Pendidikan multikultur dapat diterapkan seiring dengan kurikulum sekarang yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK), seperti pengenalan akan budaya-budaya setiap daerah yang ada di Indonesia di sekolah-sekolah. Singkatnya, revitalisasi dan optimalisasi KBK dengan menerapkan pendidikan multikulturalisme di dalamnya,” tambah pria yang juga pernah mewakili UNP pada LKTM tingkat nasional tahun lalu.
Pentingnya pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas, tentu bukan hanya merupakan tanggung jawab sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan formal saja, akan tetapi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan institusi-institusi lainnya. Dalam kerangka ini, menurut penulis, perpustakaan merupakan salah satu institusi penting dalam penyelenggaraan pendidikan multikulturalisme. Hal ini didasarkan atas berbagai fungsi yang dimiliki oleh perpustakaan, baik fungsi pendidikan, sosial, informasi, maupun pelestarian kebudayaan.
3.2  Mengimplementasikan Peran Perpustakaan dalam Pendidikan Multikulturalisme
Perpustakaan merupakan suatu lembaga yang secara potensi dapat menumbuh kembangkan semangat pluralism dan multikulturalisme. Koleksi perpustakaan merupakan gerbang multikultural yang secara jelas menggambarkan beragam kebudayaan umat manusia. Melalui koleksi perpustakaan para pemakai perpustakaan mulai mengenal keragaman kebudayaan manusia untuk mencapai pemahaman dan pemaknaan terhadap perbedaan. Selanjutnya, melalui gerbang ini, para pemakai (pemustaka) kemudian masuk dan berdialog dengan beranekaragam kebudayaan, baik melalui pemanfaatan koleksi maupun melalui serangkaian Layanan dan kegiatan perpustakaan sehingga diharapkan akan tumbuh semangat dan sikap untuk menghargai keragaman dan perbedaan kebudayaan yang ada. Diharapkan hal ini dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu fungsi utama suatu perpustakaan adalah fungsi edukasi atau fungsi pendidikan. Perpustakaan merupakan salah satu bentuk pusat atau lembaga pendidikan. Perpustakaan sebagai pusat pendidikan akan tergambar dari pemanfaatan perpustakaan sebagai salah satu alternatif bagi masyarakat dalam proses pembelajaran. Perpustakaan merupakan lembaga pendidikan non formal di mana seseorang, baik individu maupun kelompok dapat menggunakan perpustakaan sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan. Dengan demikian, sebagai suatu pusat atau lembaga pendidikan maka perpustakaan diharapkan dapat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan nasional Tahun 2003.
Perpustakaan seperti ditulis oleh Greenhalgh dan Worpole (1995) merupakan suatu gerbang bagi kebudayaan secara luas (a entry point to the wider culture) dan sebagai gerbang kebudayaan maka perpustakaan haruslah merupakan tempat yang ‘bebas noda’ atau netral dari keberpihakan (libraries is non-stigmatizing places). Perpustakaan hendaknya menjadi tempat penyimpanan beragam manusia dimana seseorang dapat mengenal dan memahami beragam kebudayaan yang dimiliki oleh manusia.
Pernyataan Greenhalgh dan Worpole tersebut sejalan dengan fungsi perpustakaan itu sendiri. Suatu perpustakaan apapun jenisnya berfungsi sebagai sarana pelestari berbagai khazanah kebudayaan manusia. Hasil-hasil karya manusia dalam berbagai jenis yang merupakan hasil budi daya manusia akan disimpan dan dilestarikan sebagai suatu khazanah (Sulistyo-Basuki, 1993). Sebagai tempat penyimpanan dan pelestari khazanah kebudayaan manusia, perpustakaan mempunyai tugas utama dalam hal penyediaan berbagai jenis subjek dan bentuknya, baik tercetak, non cetak maupun elektronik. Dengan pemahaman ini maka suatu perpustakaan akan mengumpulkan berbagai jenis hasil karya intelektual manusia sebagai suatu kebudayaan yang direkam dalam media rekam informasi. Berbagai buku, jurnal, pamlet, makalah, laporan penelitian, kaset, kaset video, disket, disk,. sampai alat penyimpan informasi elektronis lainnya merupakan sumber-sumber informasi atau koleksi perpustakaan. Sumber-sumber informasi ini berisi beragam jenis subjek yang merefleksikan aspek-aspek kebudayaan manusia.
Pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas memerlukan pengenalan terhadap beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia khusunya Indonesia dari beragam suku bangsa, ras atau etnis, dan agama. Keragaman koleksi yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya merefleksikan keterbukaan perpustakaan terhadap isu-isu pluralisme dan multikulturalisme. Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan terhadap berbagai sumber-sumber informasi dari beragam kebudayaan maka berarti perpustakaan tersebut telah menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan multikulturalisme. Demikian pula sebaliknya, jika koleksi perpustakaan hanya terdiri dari satu jenis subjek atau mempunyai subjek yang terbatas, berarti perpustakaan tersebut kurang menyebarluaskan pendidikan multikulturalisme. Dalam kerangka pendidikan multikulturalisme ini pada dasarnya koleksi perpustakaan yang multikultural merupakan bagian dari materi pendidikan yang disediakan bagi para pemakai perpustakaan. Melalui pemanfaatan koleksi perpustakaan yang multikultural tersebut diharapkan pemakai perpustakaan mengenal dan memahami beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia yang pada gilirannya akan tumbuh saling pengertian dan menghargai perbedaan kebudayaan di antara sesama.
Dalam hal ini satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa perpustakaan tidak boleh dijadikan sarana propaganda bagi satu kebudayaan atau faham tertentu sebab hal ini akan bertentangan dengan konsep multikulturalisme. Dalam kerangka ini maka perpustakaan harus menjadi lembaga yang inklusif, dan bukan eklusif terhadap beragam kebudayaan umat manusia.
3.2.1 Peran perpustakaan dalam membangun inklusif
Perlunya ditanamkan pemahaman yang inklusif dalam memahami perbedaan di dalam perpustakaan. Dengan adanya perbedaan itu harus dipahami sebagai sarana saling menghargai dan saling melengkapi (mutual respect). Dalam praktik pendidikan, kurikulum hendaknya diarahkan untuk membina pemahaman yang inklusif terhadap perbedaan. Sehingga dari pemahaman siswa pada keragaman dalam lingkungan masyarakat dapat mendorong keselarasan dan tumbuh relasi sosial yang dinamis sebagai peran perpustakaan dalam membangun inklusif yang baik. Perpustakaan sebagai sarana pendidikan akan tergambar dari pemanfataan perpustakaan sebagai salah satu alternatif bagi masyarakat dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, sebuah perpustakaan diharapkan dapat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa membeda-bedakan SARA.



3.2.2 Menumbuh multikulturalisme dengan pendidikan multikulturalisme melalui perpustakaan
 Beberapa hal penting yang dapat kita lakukan guna menumbuh multikulturalisme dengan pendidikan multikulturalisme melalui perpustakaan yaitu :
1.      Melalui dialog kebudayaan
Pendidikan multikulturalisme diharapkan adanya dialog kebudayaan sehingga di antara keragaman kebudayaan yang ada tidak akan terjadi benturan, apalagi menjadi sumber konflik. Tibi (1996) menyatakan bahwa dialog kebudayaan merupakan cara terbaik dalam membuat saling pengertian guna menegakkan perdamaian di dunia. Kemudian, bagaimana dialog kebudayaan tersebut terjadi di perpustakaan?
Menurut Gates (1994), sejarah perpustakan di dunia sejak awal hingga kini telah meniscayakan bahwa perpustakaan berkaitan erat dengan cara penyimpanan atau pelestarian (preserving) dan pengalihan (transmiting) informasi dan pengetahuan dalam berbagai bahan dan bentuk fisiknya yang digunakan untuk berbagai tujuan. Juga, berkaitan dengan cara penyimpanan dan pengelolaan agar dapat secara mudah diakses atau digunakan oleh para penggunanya. Dengan pemahaman ini, berarti bahwa perpustakaan sebagai suatu institusi tidak hanya mempunyai tanggung jawab dalam hal penyediaan sumber-sumber informasi saja, akan tetapi juga bertanggung jawab terhadap penyebarluasan sumber-sumber informasi tersebut kepada masyarakat tetap. Dalam hal ini, diharapkan suatu perpustakaan dapat menyediakan berbagai layanan dan kegiatan yang dapat membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat terhadap kekayaan informasi; tidak hanya terbatas yang dimiliki oleh perpustakaan, akan tetapi juga yang terdapat di luar perpustakaan. Peran sebagai penyediaan akses ini pada dasarnya merupakan refleksi dari tanggung jawab perpustakaan dalam hal penyebarluasan informasi, dan sebagai bentuk kepedulian terhadap kehidupan masyarakat. Tanggung jawab perpustakaaan dalam hal penyebaran informasi tentu tidak terbatas pada pemberian layanan yang bersifat rutinitas dan cenderung bersifat pasif atau menunggu pemakai mendatangi perpustakaan, akan tetapi hendaknya dipahami sebagai suatu tanggung jawab sosial suatu perpustakaan.
Dalam konteks pendidikan multikulturalisme maka berbagai layanan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh perpustakaan sebagaimana dinyatakan oleh Greenhalgh dan Worpole (1995) akan menyediakan suatu dialog atau titik hubungan antara individu dengan masyarakat dengan berbagai karakteristik budaya. Hubungan atau dialog ini terjadi melalui suatu media seperti buku, majalah, film, dan sumber-sumber informasi lainnya yang tersedia di perpustakaan. Melalui penyediaan dan pemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia di perpustakaan, para pemakai perpustakaan yang mempunyai latar belakang kebudayaan berbeda dapat mengenali sekaligus memahami berbagai kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat lainnya.
Di samping itu, selain melalui pemanfaatan sumber-sumber informasi, dialog kebudayaan ini dapat terjadi secara langsung di antara pemakai perpustakaan, antara satu pemakai dengan pemakai lainnya, dan antara pemakai dengan pustakawan yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Semakin intens atau sering pemakai memanfatkan layanan perpustakaan maka semakin sering suatu dialog terjadi. Keanekaragaman atau variasi layanan dan kegiatan yang disediakan atau diselenggarakan oleh perpustakaan akan berpengaruh terhadap tingkat kualitas dari suatu dialog kebudayaan.
Dengan semakin sering terjadi dialog, baik antara pemakai dengan sumber-sumber informasi yang tersedia di perpustakaan, antara pemakai dengan pemakai lainnya, maupun antara pemakai dengan pustakawan, diharapkan dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang dalam memakai dan mempersepsikan perbedaan dan keragaman kebudayaan. Berbagai bentuk dialog tersebut diharapkan dapat menanamkan sifat toleran, tidak memaksakan kehendak dan “kebenaran” pribadinya kepada pihak lain.
2.      Apresiasi budaya
Selain sebagai gerbang keanekaragaman kebudayaan dan sebagai tempat terjadinya dialog antarabudaya, perpustakaan juga merupakan tempat apresiasi kebudayaan. Keragaman koleksi perpustakaan yang multikultural yang tersusun dengan baik dan sistematis merupakan bentuk peragaan dan pameran kebudayaan. Display koleksi umum maupun koleksi terbaru perpustakaan yang terpanjang di ruang publik yang menawarkan refleksi keanekaragaman kebudayaan baik masa lalu maupun masa kini merupakan bentuk apresiasi budaya.
Disamping itu, berbagai kegiatan lain seperti pameran buku, bedah buku, lokakarya, penayangan film dokumenter dan kebudayaan, dan berbagai kegiatan lainnya dapat diselenggarakan oleh perpustakaan dalam rangka mengenalkan keragaman kebudayaan umat manusia. Berbagai event nasional maupun internasional, baik yang bersifat sosial, budaya dan keagamaan dapat menjadi moment terpenting dalam mengenalkan keanekaragaman kebudayaan manusia. Misalnya, pada event Maulid Nabi dapat dipamerkan buku-buku berkenaan dengan ketokohan dan kepribadian Nabi Muhammad SAW, demikian pula pada event-event keagamaan lainnya. Pada peringatan Sumpah Pemuda (28 Oktober), juga dapat digunakan sebagai sarana mengenalkan beragam kebudayaan daerah di Indonesia.
Berbagai kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengenalkan keragaman kebudayaan sekaligus untuk meningkatkan apresiasi terhadap keanekaragaman kebudayaan yang ada sebagai bagian dari kegiatan pendidikan multikulturalisme.
3.      Menghindari konflik kepentingan kelompok
Agar terhindar dari konflik,setiap kepentingan kelompok harus diperlakukan secara seimbang dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama dalam kepentingan kelompok.
Yang harus kita pahami dalam menghindari konflik adalah :
a)      Memahami bahwa kondisi multikultural merupakan sesuatu yang wajar, sehingga kita harus menghargainya.
b)      Meningkatkan pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kearifan budaya.
c)      Berusaha untuk menerima dan menghargai perbedaan, ide, dan pendapat orang lain, maupun karya dan jerih payah orang lain.
d)     Meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial, baik perasaan maupun kepekaan sosial.

4.      Peran guru atau dosen dan pustakawan dalam penyelenggaraan pendidikan multikultural
Untuk mendukung penyelenggarakan pendidikan multikultural, peran sentral guru dan pustakawan di sekolah sangat dibutuhkan. Guru menjadi kunci utama dalam proses mendidik, membimbing dan melatih para siswa yang beragam tersebut, sedangkan pustakawan sebagai penyedia dalam informasi melalui bahan pustaka . Peran sentral guru dalam sekolah yang bersifat multicultural dapat dilihat dari beberapa kriteria, yaitu guru yang mempunyai wawasan kebangsaan yang luas, memiliki jiwa terbuka dan tidak diskriminatif, memiliki jiwa visioner, kreatif dan mampu melaksanakan penelitian.
Karena itu, peran guru/dosen yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
a. Guru/ dosen yang memiliki wawasan kebangsaan yang luas serta punya keterampilan mengajar yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
b.Guru/ dosen yang memiliki sikap terbuka dan tidak diskriminatif terhadap salahsatu suku atau komunitas yang ada. Hal ini penting karena untuk menjadi percontohan seorang guru harus netral yang bias mengayomi di atas kemajemukan siswa tersebut.
c. Guru/ dosen yang memiliki jiwa inovasi (pembaharu). Jiwa inovasi ini sangat diperlukan.
d.                  Guru/ dosen mengerti akan perubahan-perubahan social ekonomi serta politik yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang guru yang tidak pernah kehabisan ide/gagasan dan tidak pernah puas tentang kondisi yang ada.
e. Guru/ dosen yang memiliki jiwa kreatif. Yaitu guru yang suka membuat terobosan baru yang bermanfaat bagi pengembangan sekolah.
f. Guru/ dosen yang mampu melakukan penelitian. Untuk kepentingan guru, sekolah, dan masyakat luas, penelitian seyogyanya menjadi ciri khas sekolah.


Sebuah tinjauan studi ini lebih baru menunjukkan bahwa respon berdasarkan pertimbangan profesional kebutuhan oleh pustakawan merupakan dorongan penting dalam pengembangan program perpustakaan untuk siswa multicultural / beragam. Pernyataan tentang pentingnya menggunakan perpustakaan untuk keberhasilan pendidikan multicultural di sekolah dan universitas, jumlah siswa rendah akan pendidikan multikultural menggunakan perpustakaan, dan tanggung jawab pustakawan untuk mengembangkan pelayanan yang efektif dalam lingkungan multikultural muncul dalam sebagian besar literatur ini. Perubahan institusional dalam bentuk universitas misi dan tujuan menangani keragaman budaya atau retensi siswa multikultural diidentifikasi sebagai faktor pendorong dalam empat kasus.
Mahasiswa permintaan untuk perbaikan layanan dikutip dalam salah satu laporan program. Kebutuhan siswa yang beragam/ multikultural untuk layanan perpustakaan telah dijelaskan dalam literatur, terutama yang berkaitan untuk menghubungi siswa melalui layanan perpustakaan umum dan peran pustakawan dalam memberikan instruksi perpustakaan. Pentingnya keterampilan perpustakaan di keberhasilan siswa adalah dasar bagi perspektif tersebut.Pandangan yang umum adalah bahwa setiap kelompok pendekatan pendidikan berbeda dan memiliki kebutuhan yang berbeda. Memahami apa yang siswa mencari dan butuhkan dari pendidikan menyediakan pustakawan dengan latar belakang untuk menawarkan instruksi dan layanan dengan cara yang paling cocok untuk setiap siswa.
Sebuah kesadaran akan nilai-nilai budaya dan bahasa beragam populasi umum adalah alat penting bagi semua pendidik , karena memungkinkan komunikasi yang lebih efektif sementara mengakui banyak kesulitan siswa, menghindari potensi konflik, dan membangun suasana yang memfasilitasi pembelajaran.
 Pustakawan harus mengakui dan memahami bahwa beberapa orang dari warna cenderung mendekati atau melihat perpustakaan dengan banyak kecurigaan. Pandangan dunia mereka pada akhirnya terkait dengan pengalaman mereka masa lalu dan masa kini dari rasisme dan penindasan.Pustakawan harus aktif mengembangkan strategi dan memberikan layanan kepada pengguna budaya yang beragam yang memperhitungkan pengalaman mereka sejarah, budaya, dan lingkungan.
BAB IV
 PENUTUP
4.1 Simpulan
Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya perpustakaan merupakan suatu lembaga yang secara potensi dapat menumbuh kembangkan semangat pluralisme dan multikulturalisme. Koleksi perpustakaan merupakan gerbang multikultural yang secara jelas menggambarkan beragam kebudayaan umat manusia. Melalui koleksi perpustakaan para pemakai perpustakaan mulai mengenal keragaman kebudayaan manusia untuk mencapai pemahaman dan pemaknaan terhadap perbedaan. Selanjutnya, melalui gerbang ini, para pemakai kemudian masuk dan berdialog dengan beraneka ragam kebudayaan, baik melalui pemanfaatan koleksi maupun melalui serangkaian Layanan dan kegiatan perpustakaan sehingga diharapkan akan tumbuh semangat dan sikap untuk menghargai keragaman dan perbedaan kebudayaan yang ada.
4.2    Saran
Sebagai pustakawan di perpustakaan  diharapkan dalam melayani pemustaka yang beragam budaya di masa sekarang ini, haruslah lebih bijaksana dan tidak membeda-bedakan, pustakawan harus menjadi contoh dalam multikulturalisme di Indonesia untuk menghargai semua perbedaan, karena pustakawan yang lebih dipentingkan adalah melayani dan membantu pemustaka untuk mencari dan mendapatkan informasi yang sesuai dengan ilmu pengetahuan apa yang di butuhkan pemustaka/ pengguna.





DAFTAR PUSTAKA
Alqadrie, Syarif Ibrahim. 2005. Sosialisasi Pluralisme dan Multikulturalisme Melalui   Pendidikan. http://www.damandiri.or.id/file/ernibab2…. Diakses tanggal 24 September 2006
Buttlar, Lois, Journal of Academic Librarianship, 00991333, , Vol. 20, Issue 1 . Mar1994.           “ Facilitating Cultural Dyversity In College and University Library ”  http://web.ebscohost.com/ehost/detail?sid=843ae0ee-f3d5-44ce-a8ce-967c887ddfab@sessionmgr110&vid=1&hid=104&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=lxh&AN=9407252226. Diakses tanggal 27 juni 2011
Fajar, Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan  Multikulturalisme. http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel….. Diakses tanggal 24 September 2006
Gates, Jean Key. 1994. Guide to the Use of Libraries and Information Source. New York: McGraw-Hill.
Geger. Mengkomposisikan Integrasi sebagai Fondasi Multikulturalisme.  http://www.penulislepas.com/more.phd?id=… 0 1 0 M. Diakses tanggal 24 September 2006.
Greenhalgh, Liz & Ken Worpole. 1995, Libraries In A World Of Cultural Change. London: UCL. Press.
Habibillah, Nuron, dkk. 2009 “Kontribusi Pemikiran Prodi Komunikasi Penyiaran Islam      Terhadap Pengembangan Perpustakaan STAIN Jember” http://www.scribd.com/doc/22591699/Definisi-Perpustakaan. diakses tanggal 26 Juni 2011.

Harian Suara Pembaharuan. 9 September 2004. Tanggung Jawab Besar Pendidikan Multikultural. http://www.sampoernafoundation.org/conte…. Diakses tanggal, 24 September 2006
Huntington, Damuel. P. 2000. Benturan antarperadaban dan masa depan politik dunia. Yogyakarta: Qalam.
Rahman. 2005. Pentingnya Pendidikan Multikultur Atasi Konflik Etnis. http://www.ganto-online.com/index.php?op…content&tast=view&id=55&Itemid=73. Diakses tanggal 24 September 2006.
Sulistyo-Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/ar…. Diakses tanggal 24 September 2006.
Tibi, Bassman. 1996. “Moralitas Internasional Sebagai suatu Landasan Lintas-Budaya”. Dalam Agama dan Dialog Antar Peradaban. Jakarta: Paramadina.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang.